BANDA ACEH | SeulangaNews.com – Salah satu akar permasalahan ekonomi Aceh terpuruk, menurut sejumlah pakar karena buruknya komunikasi antar para pemangku kepentingan di daerah ini. Komunikasi yang tidak efektif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil telah menghambat upaya pembangunan di berbagai sektor.
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Aceh bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry menggelar seminar bertema “Komunikasi Buruk Ekonomi Terpuruk”. Acara berlangsung di Aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry, pada Rabu (27/9/2023), di Banda Aceh.
Ketua ISKI Aceh, Hamdani M.Syam, mengatakan, isu ini menjadi menarik untuk dikaji dan diangkat kepermukaan, melihat kondisi ekonomi Aceh saat ini yang memprihatinkan. Apalagi, lanjut Hamdani, salah satu penyebabnya adalah komunikasi antar stakeholder yang tidak berjalan dengan baik.
“Komunikasi antara eksekutif dan legislatif misalnya, seringkali tidak harmonis. Akibatnya berpengaruh pada kelancaran pembangunan dan perekonomian Aceh,” kata Hamdani.
Turut menjadi narasumber. Rektor UIN Ar-Raniry Prof. Dr. Mujiburahman, MA, Tokoh GAM (Gerakan Aceh Merdeka), Sofyan Dawood, Senior Manager SKK Migas Azhari Idris, MA, M.Ed., akuntan publik Nasri Ak, MS, dan dosen Ilmu Komunikasi UIN Ar-Raniry Dr. A. Rani Usman, M.Si.
Rektor UIN Ar-Raniry Prof. Mujiburahman menekankan pentingnya sinergi dan kemitraan strategis antara pemerintah, akademisi, dan pengusaha dalam pembangunan Aceh. Menurutnya, komunikasi yang baik antar stakeholder akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang aspiratif dan selaras dengan kebutuhan rakyat.
Sementara itu, dari SKK Migas, Azhari Idris, mencontohkan dampak buruk komunikasi pada pengelolaan migas di Aceh. Pada 2015, Pemerintah Aceh secara sepihak memutuskan keluar dari koordinasi SKK Migas dan mengelola sendiri migasnya. Keputusan ini berdampak pada produktivitas minyak dan gas di Aceh.
Sedangkan, Tokoh Pejuang GAM, Sofyan Dawood, berpendapat lain. Ia menegaskan bahwa kualitas komunikasi politik sangat menentukan kemajuan sebuah daerah. Sofyan Dawood menilai, ego sektoral yang berlebihan justru akan memperlambat pembangunan di Aceh. Apalagi menurutnya, Aceh, pasca konflik membutuhkan kolaborasi erat antara Jakarta dan Banda Aceh untuk memajukan daerah ini.
“Kita perlu meredam ego sektoral demi kemajuan bersama. Inilah pentingnya berkomunikasi dengan penuh penghargaan satu sama lain,” kata mantan petinggi GAM.
Ia berharap generasi muda Aceh dapat meningkatkan kualitas komunikasi publik demi mewujudkan Aceh yang sejahtera di masa depan.
Komunikasi antar elemen masyarakat yang harmonis dan aspiratif, dipercaya dapat memulihkan kondisi ekonomi dan dapat mewujudkan Aceh yang lebih sejahtera.
Dosen Komunikasi UIN Ar-Raniry, Dr. A. Rani Usman, mengatakan, selama ini komunikasi di Aceh didominasi model komunikasi satu arah. Artinya, pemerintah atau kelompok elite tertentu menguasai arus informasi kepada publik. Akibatnya, aspirasi rakyat banyak tidak tersalurkan dengan baik.
“Kita perlu membangun model komunikasi dialogis yang melibatkan semua elemen masyarakat Aceh, bukan hanya segelintir elit politik, dan ekonomi,” tuturnya.
Menurut Akuntan publik, Nasri, minimnya informasi soal penggunaan anggaran berpotensi melahirkan korupsi dan penyelewengan dana. Dan ini tentu sangat merugikan masyarakat Aceh.
“Pemerintah harus berkomunikasi secara terbuka soal penggunaan uang rakyat. Publik berhak tahu ke mana alokasi dana tersebut,” ucap Nasri.
Tak hanya soal komunikasi pemerintah dengan rakyatnya, para pakar juga mengatakan, komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga dinilai masih lemah. Ini terlihat dari ego sektoral yang masih kerap muncul dalam pengambilan kebijakan di Aceh.Menurut para pakar Komunikasi Aceh tersebut, kualitas komunikasi menentukan kemajuan sebuah bangsa.
Seminar yang digagasi ISKI Aceh, diharapkan bisa menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran segenap komponen bangsa di Aceh, agar membangun pola komunikasi yang lebih baik. Agar rakyat Aceh lebih sejahtera di masa depan dan perekonomian semakin maju, bukan terpuruk seperti sekarang ini. (San)