BANDA ACEH | SeulangaNews.com – Tutupan hutan Aceh pada 2022 di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 4.676 Ha dan di luar KEL seluas 4.706 Ha, sementera luas KEL sebesar 2,6 Juta Ha. Hal itu dikemukan perwakilan dari Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Khairul Amri pada lauching dasboard Digdata.id, pada (9/10/2023) di Hotel Ayani Banda Aceh.
“Terkait kondisi terkini Kawasan Ekosistem Leuser dan SM Rawa Singkil, setiap tahun ada penurunan luas tutupan hutan Aceh. Dugaan kehilangan tutupan hutan Aceh pada 2022 di dalam KEL seluas 4.676 Hetare dan di luar KEL seluas 4.706 Hetare. Luas KEL sebesar 2,6 Juta Hektare,” ungkap Khairul.
Menurut dia, KEL adalah tempat terakhir di dunia dan saat ini, kerusakan hutan terparah di Kabupaten Aceh Selatan. Jelasnya, SM Rawa Singkil juga merupakan bagian dari KEL.
Media siber Digdata.id dan Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) yang menghadirkan berbagai element Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, lembaga pemerintahan, dan media, pada peluncuran dasboard. Adapun data-data yang tersedia saat ini terdiri dari: data Kawasan hutan Aceh, data Kawasan ekosistem leuser, data Satwa Marga Rawa Singkil, dan illegal wildlife trade.
Ceo DigData.id, Hotli Simanjuntak mengatakan, media milinya ini baru berusia 1 tahun pada Februari 2023 lalu. ia berharap kehadiran insan pers pada pelucuran dasboard tersebut dapat memudahkan para jurnalis menggunakaan data dengan bijak. Wartawan biasanya menulis data sebagai pelengkap, kata dia.
Lebih lanjut Hotli menyampaikan bahwa di tengah perkembangan media siber, membuat suatu hal baru yaitu, data yang berbicara. Dasboard Digdata.id, jelasnya, merupakan portal dengan kumpulan data yang terbuka terkait isu lingkungan. Dan dalam hal ini, kata dia, HAkA sebagai penyedia datanya.
“Dalam dunia jurnalistik, membaca data itu sulit. Sehingga Digdata mampu menyederhanakan dan menvisualisasikan data sesederhana mungkin agar lebih mudah dipahami. Dalam jangka panjang akan merambah ke isu lainnya. Dashboard data menjadi hal yang positif dan dapat berkontribusi terhadap lingkungan,” kata Hotli.
Direktur Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Aceh, Om Shol mengatakan, kehadiran Digdata.id merupakan momentum bersejarah dan cukup berani untuk menampilkan dasrboard yang menjadi acuan dari berbagai pihak. “Kita berharap dapat menjadi indikator data bagi lingkungan. Ada poin-poin menarik untuk dianalisis mendalam terkait deforstrasi yang menurun drastis. Beberapa data lainnya juga dapat dipantau terkait semua aktivitas hutan dan bisa diinput pada data. Karna dapat menambah pengetahuan. Jika data dapat disajikan secara real time maka akan semakin menarik,” kata Direktur WALHI Aceh.
Sementara senior jurnalis Aceh, Adi Warsidi, menyampaikan bahwa jurnalisme data itu sangat penting. Mengapa penting? karena saat ini, sedang tren dan disukai google sebagai keunikan. Jurnalis kata dia, punya kesempatan menverifikasi fakta tersirat dan mendapat informasi baru, agar mudah dimengerti publik.
“Jurnalisme data yaitu model jurnalisme yang penuh tantangan. Dimana keterampilan mengolah data masih kurang, kurang ada kerja sama dengan periset data, dan peneliti, tools untuk pengolahan data banyak dan tidak terintegrasi,” ucapnya.
Mengapa sekarang jurnalisme data sangat diperlukan? Menurut Adi Warsidi, akses pada berbagai tools pengolahan, analisa, dan visualisasi data tersedia, dan makin mudah digunakan. keterbukaan data pemerintah, dan lembaga publik lain, memanfaatkan lanskap digital, serta kepercayaan pada media menjadi krusial. juga penyediaan data membuat proses jurnalistik makin transparan,” jelas dia lagi.
Dosen prodi Statistika Fakultas MIPA USK, Saiful Mahdi, menyampaikan bahwa lebih banyak anak muda yang berperan di dalam ruangan ini. Fokus kepada anak muda, menurutnya, akan membawa perubahan. “Kondisi saat ini bahwasanya isu lingkungan semakin banyak diminati dan digeluti oleh anak muda. Seperti halnya, apa yang terjadi pada bulan tertentu tutupan lahan meningkat? Apakah ada investasi yang masuk? atau Hutan Aceh lebih selamat disaat konflik dibandingkan dimasa damai,” imbuhnya.
Menurut Saiful Mahdi, mengapa selama ini data kurang menyenangkan atau sulit diakses? Karena ada anggapan dipersulit agar tidak banyak yang bermain. Menurutnya lagi, banyak software statistik yang sudah bisa open sources. Sumber dan akses sumber belajar itu semakin besar dan demokratis termasuk software.
“Mendalami jurnalisme data merupakan jalur terbaik untuk masa depan. Para jurnalis diharapkan mampu menyesuaikan dengan langkah-langkah metode penelitian. Melakukan observasi, hipotesa, data, menguji, kesimpulan. Penyajian data jugadapat dilihat dari dimensi data berkualitas, diantaranya relevan, akurat, timelines and functual, accessibility, comparibility, dan coherence,” demikian paparnya. (Geubrina)